Hukumnya Saat Thawaf Wudhu Batal | Thawaf adalah mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali dan Ka’bah berada di sebelah kiri orang yang berthawaf. Di dalam thawaf berisi dzikir dan do’a, boleh pula diisi dengan membaca Al Qur’an.Perlu diketahui bahwa di musim haji, apalagi saat-saat puncak haji ketika thawaf ifadhoh (yang termasuk rukun haji), keadaan akan penuh sesak. Sehingga jika ada yang batal wudhunya di pertengahan thawaf, maka akan sulit keluar dari jalur.Lalu bagaimana mengenai masalah ini? Misalnya jika sudah mengitari thawaf sebanyak empat kali, lalu thawafnya batal, haruskah diulangi dari awal ataukah boleh dilanjutkan sisa tiga putaran yang ada?
“Thawaf di Ka’bah seperti shalat, namun di dalamnya dibolehkan sedikit bicara.” (HR. An Nasai no. 2922)
“Thawaf di Ka’bah seperti shalat, namun Allah masih membolehkan berbicara saat itu. Barangsiapa yang berbicara ketika thawaf, maka janganlah ia berkata selain berkata yang benar.” (HR. Ad Darimi no. 1847 dan Ibnu Hibban no. 3836).
- Shalat disyaratkan berdiri, thawaf tidak disyaratkan demikian. Seandainya ada yang thawaf sambil merangkak, thawafnya sah.
- Shalat disyaratkan takbiratul ihram, thawaf tidak demikian.
- Shalat disyaratkan menghadap kiblat, sedangkan thawaf hanya disyaratkan Ka’bah berada di sebelah kiri.
- Shalat diwajibkan membaca Al Fatihah, sedangkan thawaf hanya dianjurkan membaca Qur’an namun tidak disyaratkan mesti Al Fatihah.
- Shalat diwajibkan ruku’ dan sujud, thawaf tidak demikian.
- Shalat tidak dibolehkan makan dan minum, thawaf masih dibolehkan. (Syarhul Mumthi’, 7: 260)
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al Baqarah: 185).” (Syarhul Mumthi’, 7: 262-263)
- Para ulama sepakat bahwa thawaf asalnya adalah dengan berthoharoh (bersuci). Tidak boleh wanita haidh berthawaf padahal ia mampu nantinya berthawaf setelah ia suci.
- Para ulama sepakat bahwa thawaf qudum (thowaf yang disyari’atkan bagi orang yang datang dari luar Makkah sebagai penghormatan kepada Baitullah Ka’bah) dan thawaf wada’ (thawaf ketika meninggalkan Makkah) tidak wajib bagi wanita haidh.
- Para ulama sepakat bahwa wanita haidh dianjurkan untuk menunggu hingga suci ketika ia mendapati haidh sebelum melakukan thawaf ifadhoh. Ketika ia suci barulah ia melakukan thawaf dan boleh meninggalkan Makkah (Lihat An Nawazil fil Hajj, 310-311).
Para ulama berselisih pendapat dalam hal jika wanita haidh harus meninggalkan Makkah dan belum melaksanakan thawaf ifadhoh (yang merupakan rukun haji) dan tidak bisa lagi kembali ke Makkah, apakah ia boleh thawaf dalam keadaan haidh? Apakah sah?