Tangis bercampur bising di Masjidil Haram

Menangis melihat ka'bahYa Allah, bukakanlah untukku pintu-pintu rahmat-Mu. (Aku masuk masjid ini) dengan nama Allah disertai dengan segala puji bagi Allah serta shalawat dan salam untuk Rasulullah.”

Doa masuk Masjidil Haram ini tak henti kupanjatkan begitu kaki menyentuh dingin dan lembutnya lantai pelataran masjid hingga masuk area tawaf.

Jantung berdegup kencang, tak kuasa menahan haru dan entah perasaan apa yang menyusup kalbu ini terenyuh. Air mata pun mengucur tak terasa.

Kaki terus kulangkahkan dari arah pintu King Abdul Aziz hingga tampaklah bangunan kotak berselimutkan kiswah hitam. Itukah Ka’bah? Kembali degup jantung memberontak, membuat lisan tak lagi kuasa berucap. Makin deras air mata mengalir.

Mulut sesenggukan mengucap, “Ya Allah, tambahkanlah kemuliaan, keagungan, kehormatan, dan wibawa pada Bait (Ka’bah) ini. Dan, tambahkanlah pula pada orang-orang yang memuliakan, mengagungkan, dan menghormatinya di antara mereka yang berhaji atau yang berumrah dengan kemuliaan, keagungan, kehormatan, dan kebaikan.

Berat rasanya lisan ini mengulang kembali doa itu, hanya tangis yang kemudian terdengar. Lagi-lagi, perasaan haru, gembira, sedih, takjub mengaduk relung kalbu paling dalam.

Mataku tak lagi kuasa menatap bangunan persegi yang di dalamnya terdapat hajar aswad itu, hati pun merunduk terkalahkan oleh wibawanya.

Bismillahi wa Allahu Akbar.” Langkah kuteruskan mengitari Ka’bah memulai prosesi tawaf. Zikir terus membasahi bibir disertai tangis haru yang sesekali muncul. Begitulah hingga putaran ketujuh selesai.

Di makam Ibrahim, shalat dua rakaat kutunaikan. Doa-doa kebaikan untuk bapak ibu, keluarga, saudara-saudara, termasuk doa-doa titipan kuucapkan. Terkadang dengan suara keras doa itu kulantunkan.

Lantaran kondisi yang penuh dengan jamaah seiring makin dekatnya waktu Subuh, saya kebagian tempat paling belakang di makam Ibrahim itu.

Persis di belakang saya, terdapat semacam papan yang memisahkan kawasan tawaf dengan area renovasi. Tiang-tiang penyangga lantai darurat khusus untuk jamaah lanjut usia (lansia) dan berkursi roda banyak terpasang.

Crane dan alat berat lainnya di pelataran Masjidil Haram tampak menjulang terlihat dari dalam area tawaf. Setelah doa kupanjatkan, lama-lama terdengar teriakan memanggil, “Haj-haj.…”

Saat itulah baru tersadar, bunyi keras memekakkan telinga. Dentang besi alat berat saling terantuk. Tang..teng..tang..teng. Persis di belakang tempat saya shalat dan berdoa, ada pekerja sedang sibuk merenovasi Masjidil Haram.

Yang saya rasakan, panggilan tadi tertuju ke saya agar segera menyingkir ke tempat lain yang lebih aman. Mungkin dia khawatir ada bahan bangunan yang terjatuh dan mengenai saya.

Jadilah tangis doa dan zikir bercampur dengan bisingnya suara alat berat. Fokus dan konsentrasi juga membuat seseorang terlalaikan dengan kondisi lingkungan sekitar. Itulah kekuatan khusyuk.

Redaktur : Damanhuri Zuhri
Reporter : nur hasan murtiaji

Repulbika.co.id

  • 0800-123456 (24/7 Support Line)
  • info@example.com
  • 6701 Democracy Blvd, Suite 300, USA
× Informasi Umroh ? Klik Disini